Minggu, 21 Desember 2008

Menjadi Kaya dengan Bersyukur

Pagi hari masih bisa beli nasi uduk, lengkap dengan bihun, tempe goreng atau semur jengkol sebenarnya sudah bagus. Tetapi kerap mulut berbicara lain, "Nasi uduk melulu, nggak ada makanan lain?" Akhirnya sampai sore sepiring nasi uduk itu tak disentuh sama sekali.
Sudah sepuluh tahun bekerja dan punya penghasilan tetap saja mengeluh, "Kerja begini-begini saja, nggak ada perubahan, gaji sebulan habis seminggu...” Belum lagi `nyanyian' isteri di rumah, "Cari kerja tambahan dong, Pak. Biar hidup kita nggak susah terus”.
Dikaruniai isteri yang shaleh dan baik masih menggerutu, "baik sih, rajin sholat, tapi kurang cantik..." Tidak beda dengan seorang perempuan yang menikah dengan pria bertampang pas-pasan, "Sudah miskin nggak ganteng pula. Masih untung saya mau nikah sama dia..."
Punya kesempatan memiliki rumah meski hanya tipe kecil dan rumah sangat sederhana tentu lebih baik dari sekian orang yang baru bisa mimpi punya rumah sendiri. Di saat yang lain masih ngontrak dan ’nomaden’, mulut ini berceloteh, "Ya rumah sempit, gerah, sesak. Sebenarnya sih nggak betah, tapi mau dimana lagi?"
Sudah bagus suaminya tidak naik angkot atau bis kota berkali-kali karena memiliki sepeda motor walau keluaran tahun lama. Eh, bisa-bisanya sang isteri berkomentar, "Jual saja, Pak. Saya malu kalau diboncengin pakai motor butut itu".
Ada lagi yang dikaruniai anak, sudah bagus anaknya terlahir normal, tidak cacat fisik maupun mental. Gara-gara anaknya kurang cantik atau tidak tampan, ia mencari kambing hitam, "Bapak salah milih ibu, nih. Jadinya wajah Kamu nggak karuan begini, nak". Padahal di waktu yang berbeda, ibunya pun berkata yang hampir mirip, "Maaf ya, Nak. Waktu itu ibu terpaksa menikahi bapakmu. Habis, kasihan dia nggak ada yang naksir".
Kita, termasuk saya, tanpa disadari sudah menjadi orang-orang miskin. Bukan karena kita tidak memiliki apa-apa, justru sebaliknya kita tengah berlimpah harta dan memiliki sesuatu yang orang lain belum berkesempatan memilikinya. Kita benar-benar miskin meski dalam keadaan kaya raya, karena kita tak pernah bersyukur dengan apa yang dianugerahkan Allah saat ini. Ya, kita ini miskin rasa syukur.
Punya sedikit ingin banyak, boleh. Dapat satu, ingin dua, tidak dilarang. Merasa kurang dan mau lebih, silahkan. Tidak masalah kok kalau merasa kurang, sebab memang demikian sifat manusia, tidak pernah merasa puas. Pertanyaannya adalah apakah yang sedikit, yang satu, yang kurang itu, sudah disyukurikah?
Pada rasa syukur itulah letak kekayaan sebenarnya. Berangkat dari rasa syukur pula kita merasa kaya, sehingga melahirkan keinginan membagi apa yang dipunya kepada orang lain. Kita miskin karena tidak pernah mensyukuri apa yang ada. Meski dunia berada di genggaman namun kalau tak sedikit pun rasa syukur terukir di hati dan terucap di lisan, selamanya kita miskin.
Coba hitung, duduk di teras rumah sambil sarapan pagi, ditambah secangkir kopi panas yang disediakan isteri shalihah. Sesaat sebelum berangkat ke kantor menggunakan sepeda motor, lambaian tangan si kecil seraya mendoakan, "Hati-hati Ayah..." Subhanallah, ternyata Anda kaya raya!

Diadaptasi dari posting di al-smadata@yahoogroups.com

Rabu, 17 Desember 2008

Konsistensi Memang Perlu Bukti : PKS dan Iklan Politiknya

Artikel yang saya petik dari tempointerktif ini mungkin akan jadi monumen. Jika nantinya sudah terjadi, manakah yang lebih benar dan bisa dipegang komitmennya?
Trims buat Kang Eep.

Soeharto dalam Pemasaran Politik PKS

TEMPO Interaktif abu, 10 Desember 2008 | 15:16 WIB

Sungguh biasa secara artistik, tidak secara politik. Inilah iklan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang belakangan jadi menu utama di atas meja diskusi kita.

Secara artistik, iklan berdurasi 31 detik itu tak istimewa. Narasinya terlampau verbal: ”Mereka sudah lakukan apa yang mereka bisa, mereka sudah beri apa yang mereka punya, mereka guru bangsa kita, mereka pahlawan kita, mereka motivator kita, mereka ilham bagi masa depan kita. Terima kasih guru bangsa, terima kasih pahlawan, kami akan melanjutkan langkah bersama PKS untuk Indonesia sejahtera.”

Suara sang narator juga seperti tercekat di kerongkongan. Pecah. Tak bulat dan jauh dari bertenaga seperti teriakan khas Soekarno. Lebih mirip teriakan demonstran pada hari-hari antara 1997 dan 1998. Visualisasinya berupa gerak perpindahan slide standar, menampilkan sosok Soekarno, Soeharto, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, M. Natsir, Mohammad Hatta, Jenderal Sudirman, dan Bung Tomo.

Tapi iklan itu tak biasa secara politik. Ia mendulang kontroversi lumayan panjang, terutama lantaran sosok Soeharto. Sebagian kalangan menolak penahbisan sang Jenderal Besar sebagai pahlawan dan guru bangsa. Sebagian kalangan bahkan langsung menaruh PKS di keranjang partai antireformasi.

Iklan itu pun menjadi salah satu pertaruhan penting PKS dalam mengulang sukses Pemilu 2004. Sebegitu penting dan genting perkara ini bagi PKS? Produktif atau kontraproduktifkah iklan itu bagi upaya PKS meraih target 15 persen suara atau 20 juta pemilih dan menjadi tiga besar?

Mari kita telisik perkara ini dengan teropong ”pemasaran politik” (political marketing). Sukses sebuah iklan dinilai dari keberhasilannya memperluas dukungan bagi produk politik (partai, kandidat, kebijakan, dan presentasi ketiganya) yang ditawarkan.

Masalahnya, tak ada iklan yang bisa efektif menjangkau semua karakter calon pemilih. Fungsi sebuah iklan pun mirip-mirip penepuk lalat. Anda mesti berkonsentrasi pada satu atau beberapa lalat saja. Ketika sang lalat tertepuk, Anda mesti menerima konsekuensi serta merta: lalat-lalat lain akan terbang menjauh dari jangkauan. Untungnya, tepukan bisa diulang-ulang untuk memperbanyak jumlah korban.

Begitulah logika kerja sebuah iklan politik. Semakin tegas, benderang, spesifik, dan tajam sasaran yang dibidiknya, semakin besar potensi sukses sang iklan. Sebagaimana menepuk lalat, Anda lalu bisa membuat banyak iklan untuk beragam sasaran bidik.

Celakanya, pemilih bukanlah lalat. Setiap karakter pemilih membutuhkan langgam ”tepukan” berbeda. Beriklan banyak untuk sasaran bidik beragam boleh saja. Tapi hasilnya akan lain manakala langgam iklan-iklan itu tak berkesesuaian, apalagi jika berbalas pantun, saling menyerang. Maka, alih-alih memperluas daya jerat, sang iklan akan membikin kabur identitas partai dan para pemilih potensialnya.

PKS rupanya tak ingin makan buah simalakama itu. Mereka tak membuat banyak iklan dengan target bidik beragam. Mereka membuat satu porsi gado-gado: Satu iklan yang menggabungkan banyak ikon, untuk satu kali tepukan. Plaaak! Berapa banyakkah yang tertangkap dan yang terbang menjauh?

Asumsikanlah bahwa PKS merupakan partai rasional yang dikelola politikus akil balig. Maka, iklan ”Soeharto guru bangsa” bisa jadi dilandasi kesadaran PKS tentang pentingnya ketokohan dalam menentukan pilihan sekaligus tentang sempitnya ceruk pasar partai-partai berbasis massa Islam.

Berdasarkan pendataan Litbang Kompas (2008), dalam Pemilu 1999, ceruk pasar itu hanya didiami 37,54 persen dari total pemilih. Sekalipun jauh lebih besar ketimbang ceruk partai berbasis massa Kristen, kedaerahan, dan etnik (1,42 persen), ceruk itu lebih kecil daripada ceruk partai-partai berbasis massa majemuk (61,04 persen). Dalam Pemilu 2004, perbandingan ketiga ceruk pasar ini tak bergeser terlalu jauh, menjadi 38,33 persen berbanding 2,14 persen berbanding 59,53 persen.

Celakanya, sebagaimana dibuktikan Dwight King dan Anies Baswedan (2005), para pemilih Indonesia bukanlah pelintas batas. Jangankan menyeberang ke partai-partai majemuk, para pemilih partai Islam cenderung mengalihkan dukungannya ke partai berbasis massa Islam lainnya. Pemilih ceruk lain juga setali tiga uang.

Pertarungan pokok pun terjadi di dalam ceruk, bukan lintas ceruk. Fakta ini tegas terlihat di Jakarta. Di daerah pemilihan paling prestisius yang dimenangi PKS pada Pemilu 2004 ini, tujuh partai berbasis massa Islam meraih 1.891.641 suara (46,89 persen); hanya berselisih kecil dengan suara yang diperoleh 16 partai berbasis massa majemuk (1.911.666 suara atau 47,39 persen). Sedangkan sisanya, 5,72 persen atau 230.657 suara, diraih partai berbasis massa Kristen (PDS).

Ternyata, para pemilih Jakarta bukanlah para pelintas batas ceruk. Dari Pemilu 1999 ke 2004, PBB, PPP, dan PAN masing-masing kehilangan berturut-turut 0,7 persen, 9,7 persen, dan 9,1 persen suara. Hilangnya 19,5 persen suara itu beralih ke tiga partai berbasis massa Islam lainnya, yakni PKB (bertambah 0,1 persen), PBR (3 persen), dan terutama PKS (bertambah 18,4 persen).

Situasi di ceruk pasar majemuk juga serupa. Suara PDIP dan Partai Golkar yang hilang (berturut-turut 25 persen dan 2,1 persen) ternyata lari ke sang pendatang baru, Partai Demokrat (20,2 persen) dan partai-partai majemuk lainnya.

Menyadari fakta itu, PKS rupanya merasa perlu membuat upaya luar biasa yang tak lazim untuk menjangkau para pemilih secara lintas ceruk. Mereka berusaha menjangkau para pemilih partai Islam sekaligus partai nasionalis-plural. Alasannya, mustahil PKS bisa meraih 15 persen suara hanya dari dalam ceruk sempit partai-partai berbasis massa Islam.

Pada titik itulah iklan ”Soeharto guru bangsa” menemukan relevansinya. Iklan itu adalah alat penepuk PKS untuk menggaruk pemilih dari semua ceruk. Iklan ini pun senapas dengan upaya PKS membuka selubung dirinya, berusaha menjadi inklusif via beragam cara. Mereka mendatangi sejumlah puri (belum pura) terpenting di Bali, mengumumkan bahwa calon anggota legislatif PKS tak harus orang PKS dan tak harus orang Islam. PKS menerbitkan buku tebal berisi platform partai yang menegaskan pemihakan pada demokrasi dan kemajemukan, melanjutkan dan meluaskan jargon partai dari ”bersih dan peduli” menjadi ”bersih, peduli, dan profesional”, dan seterusnya.

Maka, di satu sisi, iklan ”Soeharto guru bangsa” adalah sebuah upaya rasional sebuah partai yang berusaha melakukan ekspansi pasar secara segera. Tetapi, di sisi lain, iklan itu menegaskan alpanya PKS pada sumber-sumber utama pendongkrak suara mereka dalam Pemilu 2004.

Dalam Pemilu 2004, selain dari kerja organik partai, sukses PKS berasal dari dua sumber pokok: moderasi yang terjadi di kalangan pemilih muslim (sebagaimana ditunjukkan oleh serial riset R. William Liddle dan Saiful Mujani) dan sukses PKS membuat positioning-diferensiasi-branding yang tepat berhadapan dengan partai-partai Islam lainnya.

Pemilu 1999 dan 2004 menunjukkan bahwa kalangan Islam puritan, radikal, fundamentalis—atau apa pun namanya—adalah kelompok kecil bersuara nyaring. Alih-alih fundamentalisasi, arus utama yang terjadi di kalangan pemilih muslim adalah moderasi, bergerak makin ke tengah. Kepada merekalah PKS datang menawarkan citra, identitas, dan integritas partai yang berbeda dari partai-partai Islam konvensional. PKS menawarkan platform yang atraktif ketika partai-partai Islam lain masih terus sibuk dengan syair-syair lapuk yang diulang-ulang.

PKS pun berhasil membengkakkan raihan suaranya karena berhasil menjadikan dirinya sebagai kalimatun sawa, titik temu, bagi para pemilih muslim-rasional-kalkulatif. PKS alpa bahwa mereka inilah yang potensial menjauh terbang akibat tepukan iklan ”Soeharto guru bangsa” itu.

Maka, jika tak ada upaya-upaya pemasaran politik baru yang layak, sangat boleh jadi, iklan itu membikin PKS mengeluarkan ongkos politik teramat mahal. Sekalipun, tentu saja, sebuah partai tak akan mati terbunuh oleh sebuah iklannya.

EEP SAEFULLOH FATAH, Anggota Komunitas ”Para Penagih Janji”

Sabtu, 29 November 2008

Menjadi Kaya dengan Memberi

Sebut saja namanya Izul. Kawan sedaerah satu keberangkatanku ke Kairo ini adalah tipe orang yang supel. Wajahnya yang murah senyum membuat orang senang berteman dengannya. Sikapnya luwes, dan selalu ringan tangan untuk membantu siapa saja yang membutuhkan. Makanya tidak heran ia memiliki relasi yang cukup banyak semasa dia berada di “Negeri Kinanah”, tempat kami belajar sekarang.

Kebanyakan kawan Medan yang kujumpai di sini cenderung kurang bergaul dengan kalangan luar, kecuali bagi sebagian mereka yang memang menekuni usaha bisnis kecil-kecilan di samping belajar. Atau juga mereka yang aktif di beberapa organisasi masisir (mahasiswa Indonesia di Mesir). Ini sangat beda dengan kawan yang berasal dari daerah lain. Mereka lebih terbuka, dinamika belajarnya lebih tinggi. Ya, walaupun dari sisi akademis semuanya sama, tapi dilihat dari kreatifitas yang dibuat serta pergaulan yang ada mereka bisa diandalkan.

Izul bukan orang yang kaya dari segi finansial, tapi bukan pula orang yang tak punya. Kehidupannya sama seperti kebanyakan mahasiswa kita. Namun yang saya perhatikan kebersahajaan dalam hidupnya lebih bernilai dari orang yang tergolong “punya”.

Hal yang paling dikenal darinya adalah sikap sigapnya jika di antara kita butuh flat untuk tempat tinggal. Ia banyak kenal dengan penduduk setempat, dan dari gurunya (orang Mesir) kita sering dapati flat yang lumayan bagus dengan harga terjangkau. Di samping itu, jika kita butuh bantuannya ketika ingin pindahan, maka ia berusaha selalu hadir di selah-selah kesibukannya.

Mungkin bisa dikatakan, dia bukanlah orang yang sering memberi bantuan uang kepada orang lain. Tapi, sumbangsih dalam pergaulannya sehari-hari membuat orang menaruh hormat dan banyak terima kasih. Prinsipnya, ia akan berusaha memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain. Sebab ia ingin menjadi orang yang terbaik seperti yang disebutkan Rasulullah.

Dalam salah satu hadis disebutkan; seseorang akan diperlakukan bergantung pada bagaimana ia memperlakukan orang lain. Ungkapan ini cukup ma'ruf, dan realitanya yang berlaku juga seperti itu. Orang bilang, memberi dahulu baru menerima. Dalam masyarakat, orang akan dihormati manakala ia menghormati orang lain. Ia tidak akan diremehkan kalau ia selalu menghargai orang lain. Orang tua misalnya, pasti akan selalu dihargai oleh anaknya kalau mereka selalu menyayanginya. Seorang guru akan dihormati oleh murid-muridnya jika ia menaruh perhatian yang serius terhadap potensi yang dimiliki para muridnya.

Sikap memberi ini sangat dianjurkan oleh agama. Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. pernah memberitahukan bahwa Allah swt senantiasa memberikan pertolongan kepada hamba-hambanya yang gemar menolong sesama. Dalam Al-Quran juga diperintahkan agar kita senantiasa memberi pertolongan dalam hal kebaikan dan takwa.

Begitulah hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Makanya tidak heran kalau ada orang yang sering membantu, hidupnya akan lebih mudah sebab saat ia membutuhkan bantuan maka banyak orang yang mengulurkan tangan untuk membantunya.

Itulah kekayaan yang diperoleh dari memberi. Dengan memberi bantuan, diri kita akan menjadi kaya melalui jaminan dari bantuan orang lain. Bukankah salah satu karakteristik orang yang kaya adalah mereka yang saat butuh sesuatu maka mereka bisa memenuhi kebutuhan tersebut? Dan kalaupun orang yang gemar memberi pertolongan ini tidak mendapat bantuan dari orang lain, namun Allah swt. tetap akan membantunya dan akan memenuhi hajatnya di dunia dan akhirat.


Diadaptasi dari artikel Fery Ramadhansyah di eramuslim.com

Konsep Perjanjian/Aqad Syariah : Akad Perdagangan

Akad Perdagangan

Akad fasilitas perdagangan adalah perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan atas suatu transaksi jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas penundaan pembayaran atau penyerahan obyek sehingga pembayaran atau penyerahan tersebut tidak dilakukan secara tunai atau seketika pada saat transaksi. Karakteristik fasilitas perdagangan adalah sebagai berikut:

1. Para pihak mendapat manfaat dari transaksi jual-beli yang dilakukan berdasarkan mekanisme pasar.

2. Dalam hal fasilitas penundaan berupa penundaan pembayaran, maka bentuk, besar dan waktu pembayaran harus ditentukan secara pasti, sedangkan dalam hal fasilitas berupa penundaan penyerahan maka kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan dari obyek transaksi harus ditentukan secara pasti.

3. Fasilitas penundaan dapat berupa penundaan pembayaran atas penyerahan barang atau jasa (obyek transaksi) yang dilakukan secara seketika dimana transaksi tersebut akan menimbulkan manfaat pada pihak yang menerima fasilitas penundaan pembayaran (murabahah).

4. Fasilitas penundaan dapat berupa penundaan penyerahan barang atau jasa (obyek transaksi) yang sudah dipastikan keberadaannya atas pembayaran secara tunai dimana transaksi tersebut akan menimbulkan manfaat pada pihak yang menerima fasilitas penundaan penyerahan (bay as-salam).

5. Fasilitas penundaan dapat berupa penundaan penyerahan barang atau jasa (obyek transaksi) yang akan diadakan menurut pesanan atas pembayaran secara tunai dimana transaksi tersebut akan menimbulkan manfaat pada pihak yang menerima fasilitas penundaan penyerahan (bay istishna').

6. Hasi (manfaat) yang timbul dibagi bersama oleh pihak yang menerima manfaat kepada pihak yang memberikan fasilitas.

7. Hasil (manfaat) yang diterima oleh pihak yang memberikan fasilitas penundaan pembayaran dapat berupa marjin (penambahan) atas harga transaksi secara tunai pada aqad murabahah (asal kata ribhu, yang berarti keuntungan).

8. Hasil (manfaat) yang diterima oleh pihak yang memberikan fasilitas penundaan penyerahan obyek transaksi dapat berupa marjin (penambahan) atas perkiraan harga jual obyek transaksi pada saat penyerahan.

9. Akibat penundaan pembayaran atau penyerahan obyek transaksi tersebut timbul kewajiban dengan nilai tertentu yang harus dipenuhi di masa mendatang.

10. Pembayaran atas harga obyek transaksi dapat disepakati dalam bentuk cicilan.

Diadaptasi dari artikel Iwan P. Pontjowinoto di fossei.org

Konsep Perjanjian/Aqad Syariah : Musyarakah

Akad Musyarakah.

Ikatan atau aqad musyarakah adalah ikatan penggabungan atau pencampuran antara para pihak yang bersama-sama menjadi Pemilik Usaha, dimana:

1. Para pihak bersama-sama memberikan kontribusi baik berupa modal, harta, pinjaman harta, tenaga dan waktu, sehingga tidak ada suatu pihak pun yang akan menjadi Pemilik Harta secara penuh (100%) maupun menjadi mudharib.

2. Para pihak setuju untuk berhubungan dalam suatu kerjasama usaha tertentu dan dalam jangka waktu yang disepakati dimana setiap pihak dapat mengalihkan penyertaannya atau digantikan oleh pihak lain.

3. Penyertaan atau kontribusi dapat diberikan secara tunai (seketika) atau tidak tunai (tangguh), serta dapat berupa barang (amwal) atau jasa (amal) termasuk goodwill.

4. Penilaian atas penyertaan atau kontribusi yang diberikan oleh para pihak umumnya dilakukan dengan harga pasar, dalam hal ini uang lazim dipakai sebagai alat ukur nilai.

5. Pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan para pihak dimana umumnya merupakan fungsi dari jumlah kontribusi yang diberikan oleh masing-masing pihak yang terlibat.

6. Kerjasama usaha dapat berakhir apabila ada beberapa pihak meninggal atau mengundurkan diri.

Diadaptasi dari artikel Iwan P. Pontjowinoto di fossei.org

Bekal Sukses Wawancara Kerja

Jika Anda berminat bekerja pada orang lain, atau sebuah perusahaan, lazimnya harus menjalani serangkaian ujian pada saat rektumennya. Salah satu tahap rekrutmen biasanya disertai dengan tes/ujian wawancara.

Jangan sampai pekerjaan impian kabur begitu saja karena tidak lolos tes wawancara. Nah, biar tambah percaya diri dan siap ketika wawancara kerja, Anda dapat menyimak dan menerapkan langkah-langkah mudah berikut ini.

1. Pertimbangkan: perusahaan seperti apa? Nama besar perusahaan sering mengundang minat untuk melamar. Tapi harus diingat, kalau posisi yang ditawarkan tidak cocok dengan keahlian Anda, jangan nekat melamar. Melamar posisi yang tepat dengan pengalaman Anda dan keahlian yang mendukung pastinya menambah nilai plus buat Anda di hadapan pewawancara. Pelajari latar belakang perusahaan yang dilamar. Dengan begitu kita akan terlihat tanggap dan berwawasan luas.

2. Berpakaian yang tepat sesuai dengan pekerjaan yang dilamar adalah hal yang wajib. Kata-kata “dress for success” bukan sekedar kiasan, lho! Misalnya ingin melamar jadi sekretaris pastinya harus menggunakan pakaian yang rapi dan formal. Tapi ketika melamar pekerjaan yang banyak berkutat di lapangan, baju-baju yang lebih santai bisa jadi pilihan. Kalau bingung, tanyakan ke teman yang telah bekerja di posisi serupa.

3. Datang ke tempat wawancara paling tidak 15 menit sebelum jadwal. Kelebihan waktu ini akan memberi waktu untuk bersiap-siap. Misalnya, merapikan pakaian, ke kamar kecil dan lain-lain. Selain itu datang tepat waktu juga memberi kesan yang baik dan mengurangi kegugupan menghadapi “saat-saat sangat menentukan”.

4. Jabat tangan memberi kesan yang sangat penting. Jangan menjabat tangan setengah hati. Jabatlah dengan erat seperti ketika bertemu teman lama yang Anda tunggu-tunggu. Berikan kesan tegas namun bersahabat.

5. Ketika wawancara berlangsung, kumpulkan rasa percaya diri. Tatap mata si pewawancara dengan ramah. Menghindari tatapan mata atau melihat ke bawah menimbulkan kesan kurang percaya diri.

6. Biarkan curriculum vitae/CV bicara. CV adalah jendela pertama perkenalan calon pegawai dan perusahaan. Buatlah CV menggambarkan diri kita sebaik mungkin. Tulis juga hobi dan minat yang menggambarkan diri kita. Tapi harus tetap jujur dan faktual, lho! Ketika si pewawancara sedang membaca CV kita, sebisa mungkin kita jangan berbicara. Mengajak berbicara akan membuat perhatiannya teralih dari CV kita yang sudah bagus.

7. Duduklah dengan tegak, tapi tidak kaku. Jangan terlihat resah, karena sikap duduk seperti itu akan membuat Anda terlihat tidak siap. Tapi juga jangan duduk sambil bersandar, karena mengesankan pemalas.

8. Bertanya bukanlah hal yang dilarang dalam wawancara. Pertanyaan juga akan menggambarkan diri kita. Jadi, hati-hati dalam bertanya. Menanyakan berapa lama jam makan siang, bisa mengesankan kita orang yang pemalas dan senang bermain.

9. Jika melamar di perusahaan yang membutuhkan ide-ide kreatif, jangan ragu untuk mengajukan sebuah usul atau saran. Tapi jangan terlalu mendetail. Jelaskan secara singkat dan menarik sehingga pewawancara akan melihat ada poin lebih pada diri Anda.

10. Seperti kata band Seriues, 'pewawancara juga manusia'. Bicaralah dengan jujur dan terbuka. Jangan coba-coba berbohong atau menipu, kemungkinan mereka akan mengetahuinya.

11. Lagi-lagi jangan malu bertanya. Jika si pewawancara memberikan pertanyaan yang tidak kita mengerti, tanyakan maksudnya. Lebih baik kita menjadi orang pintar yang tak takut bertanya daripada orang 'sok tahu' yang merasa mengerti semua pertanyaan padahal jawabannya salah.

12. Jika ditanya alasan keluar dari perusahaan sebelumnya, jangan berbicara panjang lebar tentang buruknya perusahaan tersebut (walaupun sebenarnya begitu). Katakan saja, di perusahaan tersebut bakat dan ide-ide kita yang cemerlang kurang bisa dimanfaatkan dan karena itulah kita melamar di perusahaan ini.

13. Dalam menjawab pertanyaan jangan ragu-ragu untuk berpromosi. Punya bakat dan kemampuan yang oke kok disembunyikan. Tunjukkan kalau kita adalah aset perusahaan yang berharga. Rugi banget kalau tidak direkrut!

Itulah beberapa langkah praktis menghadapi tes wawancara kerja. Jika belum berhasil, jangan berhenti mencoba. Jika terus-menerus tidak berhasil, ubahlah perspektif Anda: mungkin Anda lebih cocok menjadi pengusaha, memiliki usaha sendiri?

Apa pun hasilnya, itulah jalan yang terbaik yang dipilihkan Alloh swt. untuk Anda. Semoga sukses!